SUDAJI KAMPUNG HALAMANKU

SUDAJI KAMPUNG HALAMANKU
TEMPLATE

Rabu, 26 September 2018

LOMBA SUBAK

Sebagai desa dengan wilayah yang subur dan cuaca yang kondusif menjadikan Sudaji terkenal dengan hasil pertaniannya. Hal ini tidak lepas pula dengan peranan besar organisasi subak dalam mengelola produk-produk pertanian. Dengan keberhasilan hasil produksi pertanian di Sudaji, membuat banyak pihak terutama kalangan pebisnis untuk melirik hasil tani di Sudaji. Pemerintah pun sudah banyak memberi perhatian terhadap bidang ini yang mayoritas digeluti oleh penduduk di Sudaji. Berbagai lomba pernah diikuti dan sering mendapat juara pula.
Tahun ini, tepatnya tanggal 25 September 2018, Pemerintah Buleleng menunjuk kembali Desa Sudaji untuk lomba Subak sawah untuk tingkat kabupaten mewakili kecamatan Sawan. Subak yang ditunjuk tersebut adalah Subak Mayungan Gede, Subak Getih dan Subak Teheb yang dipusatkan  penilaiannya di Pura Subak (Bedugul) di banjar Desa, dekat dengan telabah desa. Warga subak dari ketiga kelompok subak tersebut sangat antusias mengikuti lomba ini, terbukti dengan semangat berpartisipasi dalam lomba ini. Beberapa agenda yang diadakan adalah berupa pameran hasil pertanian, pawai pertanian, ngoncang, tarian rejang renteng, tari Puspanjali, tari topeng tua dengan diiringi gamelan gong gede

Pada pawai pertanian ada 7 tahapan yang dipertontonkan kepada tim penilai yaitu :

 1, Ngendagin atau membuka lahan untuk bibit padi
 2. Matekap yaitu proses mengolah lahan yaitu menggemburkan tanah pertanian
 3. Mamula  yaitu proses menanam padi dengan bibit padi yang sudah tumbuh setinggi 10 cm
 4. Biu Kukung yaitu ketika padi mulai berbulir
 5. Ngerisakin yaitu proses membersihkan hama rumput liar yang mengganggu tanaman padi
 6. Mepuah yaitu saat padi mulai menguning dan banyak hama burung memakan butiran padi,      
     saat ini petani melakukan aktifitas mengusir burung.
 7. Manyi yaitu memanen padi





























Selasa, 18 September 2018

NGABEN MASAL SUDAJI 2018

Ngaben Masal tahun ini sebanyak 285 sawe dari berbagai keluarga/Dadia/pemilet  se desa Sudaji. Upacara Ngaben Masal ini dipusatkan di alun-alun Sudaji dan puncak karya Ngaben dilaksanakan tanggal 15 September 2018. Hadir pula menyaksikan proses upacara ini adalah Bapak Camat Sawan Drs. I Gusti Ngurah Suradnyana pada saat Pedeengan tanggal 14 September 2018.












Kamis, 06 September 2018

TARI REJANG RENTENG DESA PAKRAMAN SUDAJI


Pada piodalan Karya Desa di Pura Bale Agung Desa Adat Pakraman Sudaji tanggal 28 Juli 2018 lalu, untuk pertama kalinya, sekelompok ibu-ibu mempersembahkan Tari Rejang Renteng yang lagi berkembang dan ngetrend di Bali. 


Tari Rejang Renteng adalah salah satu bentuk tari wali atau sakral yang hanya dipentaskan pada saat piodalan di pura. Busana tari ini sangat sederhana namun elegan dan rapi yaitu kebaya putih dan bawahan warna kuning. Gerakannya juga cukup sederhana dan khidmat dan tidak agresif. Tari Rejang Renteng dibawakan oleh kaum ibu-ibu yang umumnya di suatu desa dibentuk dari grup ibu-ibu PKK. Tentu saja tujuannya adalah untuk ngayah dan sebagai persembahan bhakti kepada Dewa-dewi.

Gerak utama pada tarian ini disebut Nyalud dan Ngelung. Nyalud adalah gerak tangan yang mengarah kedalam dengan kedua lengan menutup dan membuka di depan dada dan posisi kaki secara bergantian kanan dan kiri berada di depan. Sedangkan Ngelung adalah gerakan merebahkan diri ke kanan dan ke kiri disertai satu tangan lurus ke samping dan satu menekuk ke arah dada. Pada bagian akhir pada tarian ini dinamakan memande, yakni gerakan dalam bentuk melingkar (renteng),  di mana para penari memegang selendang penari lainnnya yang ada di depannya membentuk lingkaran yang tak putus.

Rejang Renteng kini hampir di masing-masing desa membangkitkannya.  Selain sebagai tari wali yang berfungsi untuk pangider bhuana, juga tergolong tarian sakral.

 Rejang Renteng adalah satu jenis tarian yang dilakukan secara berkelompok dengan jumlah yang cukup banyak,  pakainnya sangat sederhana, menggunakan sebuah selendang yang lebih panjang di pinggang. Para penari diikat dalam suatu rangkaian yang disebut dengan renteng, menggunakan benang berwarna putih. Sedangkan ciri khusus tarian ini, lanjutnya,  sebagai pangider bhuana di pura yang dihaturkan sebuah upkara, yakni berupa sebuah jempana sebagai lingggih Ida Bhatara yang dituntun oleh mereka.

Tari Rejang Renteng memberikan makna kepada semua orang yang ada di bumi ini untuk melepas ego pribadi. Setiap orang harus mencapai bagian terbaik dan harus menyamakan ritme dengan orang lain di lingkungannya,  tanpa ada rasa iri dan dengki, tanpa saling mendahului (tanpa persaingan), sehingga  menjadi pribadi penuh kasih dan siap saling membantu menuju jalan yang diberkati Tuhan. Tari Rejang Renteng berasal dari Nusa Pendiam, Banjar Saren, Klungkung. Renteng berasal dari kata rente yang berarti tua. Rejang Renteng ditarikan oleh orang yang sudah kawin (tua).
Tua mempunyai arti luas, yaitu dilihat dari gerakannya yang halus, keharmonisan antara musik dan gerakannya, kostum yang sederhana serta tidak memakai gelungan, hanya memakai bunga jepun, sanggul Bali, baju kebaya putih polos kutu baru tangan panjang, kain kuning, dan selendang kuning. Aslinya memakai tapih putih, musiknya sederhana tidak banyak kotekan (polos), halus, ritmis, dan dinamis.