SUDAJI KAMPUNG HALAMANKU

SUDAJI KAMPUNG HALAMANKU
TEMPLATE

Minggu, 27 Juli 2014

SAYE TERUNA

Organisasi keagamaan untuk yang terdiri dari pemuda lajang di Desa Sudaji disebut Saye Teruna. Dalam hal persiapan upacara agama, mereka sangat sibuk "ngayah" di Pura-pura agar upacara dapat  berlangsung dengan baik dan lancar. Sedangkan pada saat berlangsungnya upacara agama, mereka juga ikut membantu segala keperluan dalam rangkaian upacara agama, misalnya membantu para pemedek yang ngaturang Canang sari. Selain itu dalam hal prosesi Ngerebeg atau Mekiis, mereka membawa Lelontekan atau sarana upakara lainnya bersama-sama dengan para pengiring yang lain.
 Saye Teruna tampak berjalan mengelilingi halaman Pura Dalem Sudaji pada saat upacara Ngerebeg

Saye Teruna membawa sarana upakara dalam upacara Mekiis ke Pura Segara

PESAREN

Pesaren adalah organisasi keagamaan yang mana anggotanya adalah terdiri dari kaum wanita yang masih lajang. Keberadaan organisasi ini sangat penting karena mereka banyak terlibat dalam rangkaian upacara keagamaan dan membantu kelancaran jalannya piodalan, misalnya membantu para pemedek yang tangkil untuk sembahyang dalam hal membagikan bunga, bija atau tirta dll. Dalam hal prosesi upacara keagamaan, mereka wajib terlibat untuk sebagai iring-iringan mengikuti Petapakan Barong, baik itu dalam upacara Ngerebeng, Mrejang, Mekiis dll.

 Iring-iringan Pesaren saat upacara di Pura Dalem

 Para Pesaren juga terlibat dalam upacara Mrejang di Pura Desa bersama dengan iring-iringan yang lain

Pesaren membantu Pemangku dalam membagikan bija (beras suci)

Kamis, 24 Juli 2014

DATA BANJAR DINAS

Desa Sudaji terdiri dari 10 dusun atau banjar dinas dimana masing-masing banjar dinas di kepalai oleh Kelihan Dinas atau Kepala Dusun. Kelihan Dinas mempunyai tugas-tugas menjalankan administrasi sipil untuk semua warga di wilayah dusunnya. Pemilihan kepala dusun dilakukan secara demokratis dan atas asas musyawarah mufakat.
Berikut adalah data Banjar Dinas serta penduduknya yang ada di Desa Sudaji.

(sumber : Buku Profil Desa Sudaji tahun 2010)

SEKEHA PETANG DASA

Sekeha Petang Dasa atau Group 40 atau di desa lain disebut Pecalang, adalah organisasi keamanan tradisional yang ada di Desa Sudaji yang beranggotakan 40 orang dan bertugas sebagai penjaga ketertiban dan keamanan pada saat ada upacara keagamaan baik di dalam area pura maupun di luar area pura, sehingga terciptanya kelancaran rangkaian upacara keagamaan yang sedang berlangsung. Sekeha ini dibentuk dari perwakilan yang diambil dari seluruh Dadia yang ada di Desa Sudaji. Menurut ketentuan yang ada,  Dadia yang mempunyai jumlah warga banyak wajib mengirim wakilnya sebagai anggota Sekeha Petang Dasa. Sedangkan Dadia yang jumlah warganya sedikit tidak diwajibkan mengikuti organisasi tradisional ini. Biasanya anggota Sekeha Petang Dasa ini dipilih orang laki berpostur tubuh tinggi tegap serta punya jiwa memimpin dan mengayomi serta daya tahan fisik yang kuat karena tugas-tugasnya mengawasi dan berkeliling dari pagi hingga malam bahkan sampai pagi untuk menjaga keamanan selama upacara berlangsung. Para anggotanya tidak terbatas yang berusia muda saja, namun juga yang sudah berumur (senior) dan masih sehat walafiat dan tidak mengganggu kesehatan.
 Salah satu anggota Sekeha Petang Dasa dengan kostum bertuliskan nama Sekeha 40
 Kostum kombinasi warna merah, putih, hitam  adalah ciri khas Sekeha Petang Dasa sehingga keberadaaanya gampang diketahui walaupun di kerumunan

 Dua orang anggota Sekeha Petang Dasa sedang memukul Kulkul di Jabaan Pura Dalem pada saat upacara Ngerebeg sebagai tanda bahwa prosesi Ngerebeg sedang berlangsung sehingga masyarakat yang menonton dapat memberikan ruang jalan bagi Pengiring Ngerebeg.

 Desain kostum Sekeha Petang Dasa yang didominasi motif kain poleng dan terlihat sangat sakral.

 Beberapa anggota Sekeha Petang Dasa bersantai sejenak sambil menunggu upacara dimulai

Rabu, 23 Juli 2014

MREJANG

Mrejang adalah rangkaian upacara di Pura Desa Sudaji yang dilaksanakan pada hari ketiga atau terakhir pada piodalan Karya Desa. Mrejang adalah ritual mengelilingi halaman Jaba Tengah sebanyak tiga kali yang diikuti para Ulu Desa, Pesaren, Teruna, Sekeha Tempek dan lain-lain dengan berjalan beriringan mengikuti  Petapakan Barong. Kemudian ada tari-tarian sakral yang ditarikan oleh beberapa pemedek baik tua, muda, laki atau perempuan. Para penari ini bukanlah dari kalangan penari profesional, namun dari kalangan biasa dengan gerakan tari yang  sederhana penuh penjiwaan namun kelihatan sakral dalam suasana khidmat dengan mengikuti iringan tetabuhan mrejang dari Gong Gede. Para penari berbaris hingga 10 orang dan bergantian menari menghadap ke arah Jeroan.  Maksud dari tarian ini adalah sebagai persembahan suci untuk menyambut dan sekaligus menghibur kedatangan para Dewata yang telah turun dari kahyangan untuk merestui jalannya upacara atau piodalan di Pura Desa. Melalui tarian ini kita merasakan puji syukur dan terima kasih atas segala karunianya berupa  hasil bumi yang melimpah. 

Babi hitam diupacarai sebelum digunakan sebagai Bukakak pada malam harinya setelah acara Mrejang

Petapakan Barong mengawali prosesi Mrejang diikuti oleh pengiring lainnya

 Para pemedek yang marek (tangkil) berkerumun menyaksikan acara Mrejang

 Seorang wisatawan asing tampak antusias mengikuti jalannya upacara Mrejang dan mengabadikannya melalui kameranya.

Tarian Mrejang yang ditarikan oleh beberapa pemedek berdiri diantara pemedek lain

Selesai "muspa" atau "mebakti" para Pemangku memercikkan air suci "tirta" dan  dibantu Pesaren untuk membagikan "bija"

Hingga senja menjelang, selesai acara Mrejang, para pemedek pulang kembali ke rumah masing-masing dan bersiap untuk menonton Bukakak

Suasana di luar Pura Desa (Jabaan) setelah selesai upacara Mrejang sebagai tanda berakhirnya rangkaian upacara Karya Desa.






Selasa, 22 Juli 2014

GAMBANG

Gambang adalah alat perkusi/gamelan yang langka dan sakral dan memiliki nada khas yang lain daripada yang lain serta umumnya digunakan untuk mengiringi jalannya upacara agama di Desa Sudaji. 4 instrument  terbuat dari bilah bambu seperti tingklik yang ukurannya berbeda dari yang kecil sampai besar dengan sebutan Pametit, Panganter, Panyelad, Pamero dan Pangumbang serta 2 buah perangkat gong yang terbuat dari kuningan yang disebut Saron besar (Demung) dan Saron kecil (Penerus atau Kantil). Saat dimainkan, suara gambang terdengar bertalu-talu dengan diimbangi tabuh keklenyongan.

 Gambang Desa Sudaji saat mengiringi upacara di Pura Desa.

Penabuh gambang menggunakan panggul bercabang dua untuk memainkan instrument ini.

Minggu, 20 Juli 2014

TUKANG PANDE BESI

Bapak Ketut Seneng adalah sosok warga Sudaji satu-satunya yang masih konsisten menekuni profesi sebagai Pande Besi. Kesehariannya dia sibuk membuat berbagai perkakas rumah tangga yang terbuat dari bahan logam. Dengan peralatan dan perlengkapan yang memadai, dia dapat memenuhi pesanan hampir semua jenis perabotan logam. Rumahnya sekaligus dipakai sebagai bengkel pande yang terletak di daerah Pelukatan, Desa Sudaji, sekitar 1 km ke arah barat dari pusat desa. Umurnya yang masih muda dan energik serta senyum sumringahnya membuat pelanggannya betah ngobrol bersamanya.

Sosok Ketut Seneng sebagai Tukang Pande Besi profesional


 Ketut Seneng in action di bengkelnya

 Bengkel pande besi milik Ketut Seneng

Seorang pelanggan sedang memperhatikan pembuatan perabotan pesanannya.

Suasana kampung Pelukatan.

BABAKAN SARI

Dusun Babakan Sari terletak di timur laut Desa Sudaji, sekitar 2 km dari pusat desa. Dusun atau banjar ini adalah bagian dari Dusun Kubukili. Pemandangan di dusun ini sangat indah, terhampar sawah yang menghijau dengan latar belakang bukit Sudaji di sebelah selatan dan pemandang laut di sebelah utara. Di sebelah timur dusun ini mengalir air sungai Tukad Sangsit. Airnya masih jernih dan banyak terdapat sumber mata air yang digunakan masyarakat untuk keperluan minum atau memasak dan mencuci. Kehidupan di sini sangat damai dan tenteram, karena jauh dari keramaian desa atau lalu lintas.

  
Pohon pinang banyak tumbuh di pinggir jalan menuju Babakan Sari
 Bukit Sudaji terlihat indah dan hamparan sawah yang hijau

 Jalan swadaya menuju ke Babakan, pemandangan sangat menawan di tempat ini

 Suasana perkampungan di Banjar Babakan Sari

 Sungai / Tukad Sangsit di sebelah timur Babakan Sari, juga sebagi batas wilayah Desa Sudaji dengan Desa Menyali

 Bapak Lila atau sering dipanggil Bapa Sada adalah sosok petani yang bersahaja, ramah dan masih enerjik di umurnya yang sudah lebih dari 80 tahun.

 Kampung dengan panorama sawahnya... 

 Suasana teduh di pertigaan Babakan Sari, tempat warga berkumpul sambil ngobrol atau melepas penat.



Rabu, 16 Juli 2014

BUKAKAK / PEKAKAK

Bukakak atau yang lebih dikenal dengan sebutan "Pekakak" adalah ritual tahunan yang dilaksanakan setelah Piodalan di Pura Desa. Ritual ini disungsung oleh Krama Subak sedesa Sudaji sebagai bentuk rasa syukur kepada Dewa Wisnu sebagai pemelihara. Ritual ini adalah perwujudan rasa syukur karena hasil bumi yang berupa padi dan palawija maupun hasil hutan yang  melimpah. Ritual ini sangat disakralkan oleh masyarakat Desa Sudaji karena berhubungan dengan hal-hal niskala. Konon, pada waktu dulu, karena satu dan lain hal, masyarakat pernah tidak mengadakan ritual ini. Dan sesudahnya terjadi musibah yang tidak diinginkan, seperti adanya orang yang sakit yang tidak bisa diobati secara medis. Ada pula kejadian aneh berupa hasil panen yang sangat merugi seperti tanaman padi yang  "puyung" (bulir padinya kosong, tidak ada isinya.   Dengan kejadian itu, masyarakat tidak berani lagi untuk tidak mengadakan ritual ini. 

Pelinggih Bukakak menggunakan babi berbulu hitam, tidak boleh ada belangnya. Babi yang berumur 1 tahun ini kemudian digiring dulu ke Pura Desa untuk diupacarai dan memohon berkah dari Ida Betara pada sore hari saat Upacara Merejang. Kemudian babi itu disembelih lalu dipanggang, dan setelah cukup waktu untuk dipanggang, babi tersebut diikatkan pada usungan bambu yang berbentuk tanda X (silang). 

 Babi yang dipakai untuk Guling Bukakak diupacarai di Jaba Tengah Pura Desa Sudaji

 Persiapan membuat Pelinggih Bukakak

 Pemuda-pemuda yang berbadan kekar "Maturan Nyongsong" (yang mengusung) Bukakak bersiap-siap memakai pakaian adat, berupa udeng putih dan saput poleng.

 Sebagai tanda siap-siap, para "Nyongsong" (pengusung) membunyikan kulkul di Bale Pebatan Pura Desa Sudaji.

 Jro Darsana, sosok kharismatik dari Dusun Dukuh Sudaji adalah tokoh yang sangat dihormati (Penglingsir) dalam ritual Pekakak. 

 Pengusung melakukan persembahyangan di Jeroan Pura Desa untuk mendapat panugerahan  sehingga dalam arak-arakan nanti mendapat perlindungan dari Ida Betara.

 Pelinggih Pekakak dengan babi yang diikat menyilang pada usungan bambu. Kesan magis tampak dari kepala babi yang diselipi dupa yang mengepulkan asap.

 Pelinggih Pekakak tengah diturunkan dari Jaba Tengah Pura Desa ke Jabaan.


Pengusung yang berjumlah 16 orang siap berlaga dikawal oleh polisi.

 Pelinggih Pekakak dipasupati di depan Pura Desa.

 Saatnya mulai mengarak Pekakak dinantikan oleh penonton yang sudah menunggu dari sore hari.

 Suasana arak-arakan di pusat desa (Catus Pata)

 Kerumunan penonton yang ingin melihat dari dekat dapat membahayakan diri sendiri karena bisa terkena seruduk Pekakak yang tak terkendali.

 Semangat Pengusung ditingkahi dengan sorak-sorai penonton yang antusias. Hingar bingar mewarnai malam hari di Desa Sudaji.

 Pembawa obor "danyuh" bersiap membanting api obor ke badan Bukakak.

Bara api tumpah di atas Bukakak dan bunga api memercik mengenai pengusung, namun mereka tidak apa-apa berkat penugrahan dari Sesuhunan Bukakak. Suasana bertambah riuh rendah dan penonton semakin agresif.