SUDAJI KAMPUNG HALAMANKU

SUDAJI KAMPUNG HALAMANKU
TEMPLATE

Rabu, 02 September 2015

JERIMPEN

Jerimpen adalah salah satu bentuk banten yang menyerupai bentuk bakul. Di Desa Sudaji dikenal dua buah bentuk banten Jerimpen, yaitu Jerimpen Alit dan Jerimpen Ageng.

Jerimpen Alit dibuat biasanya pada saat Hari Raya Galungan dimana Banten Jerimpen ini diberikan kepada suatu keluarga pasangan suami istri yang mempunyai bayi yang berumur dibawah 2 oton atau 1 tahun. Biasanya yang membuat banten Jerimpen ini adalah kerabat dekat atau tetangganya. Hal ini dimaksudkan agar si bayi mendapat kesehatan dan keselamatan serta kesejahteraan lahir batin dalam menjalani kehidupannya.
Seorang anak muda membawa banten Jerimpen untuk kerabatnya  pada hari raya Galungan.

Sedangkan Jerimpen Ageng adalah bentuk sesajen berbentuk bakul panjang sekitar 2 meter yang dihiasi dengan jajanan tradisional Bali dan hiasan janur. Jerimpen Ageng ini dibuat pada saat piodalan di Pura Desa dan diusung oleh kaum ibu-ibu pada saat prosesi Ngerebeg. Makna dari Jerimpen Ageng ini adalah sebagai wujud rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia dan kesejahteraan yang telah dilimpahkan kepada umat manusia.
Jerimpen Ageng yang diusung oleh kaum ibu-ibu pada saat Ngerebeg dari Pura Desa Sudaji ke Pura Dalem.


Menurut informasi, kata Jerimpen berasal dari dua suku kata yaitu: jeri dan empen. Jeri berasal dari kata Jari dan empen dari kata Empu. Dari kata jari menjadi asta (Asta Aiswarya) yang diartikan delapan penjuru dunia, sedangkan empu berarti Sang Putus (Maha Suci), diilustrasikan sebagai Sang Hyang Widhi, karena Sang Hyang Widhilah yang mengatur dan memutuskan segala yang ada di alam semesta.Dengan demikian banten jerimpen adalah merupakan simbol permohonan kehadapan Tuhan beserta manifestasiNya (Asta Aiswarya) agar Beliau memberikan keputusan berupa anugrah baik secara lahiriah maupun bathiniah.



Selasa, 28 Juli 2015

BATU BEDIL

Batu Bedil adalah sebuah batu yang disakralkan yang terletak di bukit Sudaji di ketinggian lebih kurang 600 meter diatas permukaan laut. Untuk mencapai tempat ini ditempuh dalam waktu sekitar 1 jam atau sekitar 30 menit dari Pura Bukit Madia. Konon batu tersebut meledak pada waktu jaman penjajahan Belanda. Karena ledakan itulah maka batu tersebut dinamakan Batu Bedil. Di tempat ini sekarang sudah dibangun pelinggih di bawah sebatang pohon besar.

 Pelinggih Batu Bedil yang dibangun diantara tumpukan bebatuan dan dibawah pohon besar

 Beberapa patung yang terdapat di pelinggih Batu Bedil

Jalan (trek) menuju Batu Bedil. Trek ini juga untuk menuju Pura Cemara Geseng

Rumah penduduk dan sebatang pohon asam di sebelah utara Batu Bedil

Senin, 08 Juni 2015

DADIA DI DESA ADAT SUDAJI

Penduduk Desa Sudaji berjumlah lebih dari 8.000 jiwa atau sekitar 300 KK yang tercatat secara administratif di Desa Dinas Sudaji (data tahun 2009). Dari jumlah itu, penduduknya berasal dari berbagai klan atau soroh (berdasarkan genealogis atau hubungan darah) dan masing-masing soroh itu mendirikan pura Dadia atau Merajan. Dari catatan tokoh adat, terdapat 69 dadia yang ada di Desa Adat Sudaji tersebar di seluruh dusun. Berikut adalah tabel Pura Dadia dan tempat keberadaannya serta pengelingsirnya (orang yang dituakan) :






(sumber data : Bapak Gede Widiana, tokoh adat dari Br. Desa, Desa Sudaji)

Kamis, 09 April 2015

OGOH-OGOH SUDAJI 2015

Pada Hari Raya Nyepi tahun Caka 1937 ini kelihatan perayaan Nyepi ini sangat semarak terutama saat Pengerupukan (sehari sebelum Nyepi) karena ada lomba ogoh-ogoh yang diikuti masing-masing banjar. Setelah lomba, semua ogoh-ogoh yang jumlahnya puluhan dari kalangan anak-anak, remaja dan dewasa mengarak kreasi ogoh-ogoh mereka keliling desa. Penontonpun tumpah ruah, sangat antusias menyaksikan event sekali setahun tersebut. Berikut kreasi ogoh-ogoh Sudaji tahun 2015 tersebut...





































Jumat, 20 Februari 2015

BAPAK KETUT TOKO

Beliau adalah tokoh seniman ukir yang sangat terkenal tidak saja di Sudaji, tetapi juga diluar desa Sudaji. Karya-karyanya yang berupa ukiran baik itu kayu atau pasir hitam (bias melela) banyak menghiasi rumah-rumah atau tempat suci. Gaya ukirannya tergolong istimewa dan sulit diikuti oleh seniman lain. Banyak orang menganggap hasil karyanya "metaksu". 

 Sosok Bapak Toko yang bersahaja

Bapak Toko mendedikasikan seluruh hidupnya sebagai seniman. Profesi yang dilakoninya ini sudah dimulai saat usia remaja hingga kini. Di umurnya yang saat ini lebih dari 70 tahun, beliau masih tetap energik memainkan pahatnya dan "pemotok" (palu kayu untuk mengukir). Saat bekerja menyelesaikan  karya seninya, beliau sangat menikmati dan menjiwai pekerjaannya. Mungkin karena penjiwaannya itu, karya-karyanya sangat mengagumkan dan metaksu.

Bapak Toko sedang mengerjakan pesana ukiran

Rumahnya yang sekaligus sebagai studionya tampak sederhana, terletak dipinggir jalan raya Kajekangin-Ceblong, Desa Sudaji, Kecamatan Sawan Buleleng. Hampir tidak ada karya seni yang menjadi koleksi pribadinya, karena semua terjual atau dikoleksi orang lain. Karena talentanya yang luar biasa, banyak orang ingin belajar mengukir kepada Bapak Toko, dan sudah banyak terlahir generasi penerus berkat bimbingan dan binaan beliau.

Salah satu hasil karya Bapak Toko berupa ukiran bias melela 

Beberapa anak buah binaan Bapak Toko yang kini sudah profesional sebagai tukang ukir

Patung singa dari kayu hasil karya Bapak Ketut Toko

Bapak Ketut Toko sedang mengerjakan patung singa dari pasir melela di wantilan Sudaji bersama anak buahnya






Jumat, 16 Januari 2015

BAPAK I MADE MENDRA




Beliau adalah sosok sekaligus tokoh yang sangat terkenal pada masa pembangunan di Desa Sudaji antara tahun 1953 sampai 1966. Kiprah beliau dalam memajukan pembangunan desa berupa sarana dan prasarana pada masa itu sangat visioner dan pantang menyerah meskipun keadaan ekonomi desa kurang mendukung pada saat itu. Namun berkat kegigihan dan perjuangan yang tak kenal menyerah, semua itu dapat terwujud dengan dukungan masyarakat.

Almarhum Bapak I Made Mendra
Adapun pembangunan fisik yang dirintis pada awal masa pembangunan itu antara lain Sekolah Dasar, Puskesmas, Pasar Desa, Alun-alun, Wantilan dll.

Untuk lebih mengenal sosok beliau, bisa dengan menanyakan kepada orang tua yang sejaman dengan beliau. Berkat ketokohannya, kita saat ini dapat menikmati hasil pembangunan di Desa Sudaji.